Pages

Kamis, 05 Juni 2014

Menunggu Kebijakan yang Bijak

Hari ini gw baca satu berita yang cukup bikin sedih dari Newmont. Tadi di Twitternya, @NewmontID , mereka ngumumin tentang kondisinya sekarang yang menghentikan operasi tambangnya karena masih ada larangan ekspor itu. 80% karyawannya 'dalam keadaan standby' (alias dirumahkan?) dan ada pemotongan gaji mulai 6 Juni 2014.

Jauh beberapa hari sebelumnya, isu tentang PHK massal ini udah rame diomongin sama beberapa orang di timeline. Beberapa di antara mereka adalah para peserta Sustainable Mining Bootcamp, kayak program wisata tambang ke Batu Hijau gitu.

Gw belum pernah ngeliat langsung ke Batu Hijau dan sayangnya nggak ada kenalan di sana. Tapi dari cerita dan twit-twit orang-orang itu, gw jadi tau bahwa betapa penutupan suatu tambang berdampak sangat besar buat lingkungan sekitarnya. Jangan mikir sempit 'lingkungan alam' ya, di sini termasuk juga ekonomi, sosial, dan pendidikan.

 foto: Google

Oke, dari segi ekonomi, jelas, pemasukan para karyawan berkurang. Daya beli menurun. Orang-orang yang punya bisnis di sekitar mereka kayak pasar atau para tukang ojek secara nggak langsung juga ikut menurun dong penghasilannya. Apalagi kalau beberapa karyawan perantau pada balik lagi ke kampung halamannya. Bisa-bisa kawasan itu jadi sangat sepi. Kawasan mati.

Alhamdulillahnya, sejauh ini perusahaan 'tetangga'nya alias Freeport Indonesia masih dalam keadaan baik dan nggak ada isu-isu PHK. Plis..amit-amit banget jangan sampe! Soalnya kalo di sini gw ada lah beberapa kenalan yg cukup deket.. Makanya gw selalu berharap nggak ada hal buruk terjadi sama perusahaan ini.

Foto: jpnn.com
Yup, Freeport sama Newmont emang sering banget disebut kalo urusan tambang. Secara ya, ini dua perusahaan tambang besar di Indonesia. Iye, sahamnya kebanyakan milik asing, tapi kan mereka juga udah ngasih banyak buat negeri ini walau nggak melulu berbentuk uang mentah atau semacamnya.

Baru-baru ini, gw baca berita pernyataan ketua Papuan Brotherhood tentang dinamika yang sekarang lagi menimpa Freeport. Nggak jauh topiknya, masih tentang 'kebijakan' larangan ekspor dan masalah renegosiasi kontrak karya yang belum ada kesepakatan.

Ternyata, udah lima bulan Freeport nggak bisa melakukan ekspor. Selain bikin pemasukan menurun karena konsentratnya cuma bisa numpuk di gudang, keadaan ini juga berpengaruh buat masyarakat sekitar. Akses perekonomian Mimika menurun. Bahkan ketua Papuan Brotherhood nya sendiri yang bilang kalau PT FI (Freeport Indonesia) adalah dapurnya masyarakat Papua. Kalau dapurnya sampai berhenti ngebul alias beroperasi, orang-orangnya mau makan apa coba?

FYI, yang diproduksi Freeport itu KONSENTRAT ya, bukan emas batangan. Plis jangan ada yang berimajinasi lagi itu yang numpuk di gudang adalah emas-emas batangan -____-

Gw pribadi setuju banget sama pernyataan ketua Papuan Brotherhood tadi. Faktanya, yang membangun Papua khususnya Mimika memang Freeport. Sebelum mereka ada, nggak ada itu infrastruktur kayak jalan, pelabuhan, apalagi bandara. Sekarang, infrastruktur memadai, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan hiburan juga ada. Yang menikmati? Masyarakat sekitar, penduduk lokal, juga bisa ikut ngerasain. Jadi kalo mau bilang kontribusi Freeport buat Indonesia kecil banget, coba pikir-pikir lagi deh.

Demi kebaikan bersama, gw sangat berharap pemerintah pusat yang tinggal menghitung hari masa jabatannya ini bisa bijak membuat keputusan untuk ke depannya. Apa yang sering orang-orang di socmed ato pendemo bilang tentang nasionalisasi itu belum tentu bakal menguntungkan atau lebih menyejahterakan Indonesia. Kalau yang sekarang keadaannya udah baik, kenapa nggak didukung aja untuk terus maju dan bisa berkontribusi lebih banyak lagi? Yuk ah mulai bisa positive thinking! :)


"Kami sekarang ini sudah sangat akan hal itu dan saya minta pemerintah pusat dapat memberikan waktu bagi PT Freeport untuk melakukan ekspor karena semua orang dan terutama masyarakat Papua di daerah Mimika khususnya memang sangat bergantung sekali perkembangan perekonomiannya kepada Freeport ini,"
 pesan Silas.


3 komentar:

Titis Ayuningsih mengatakan...

Emas terbesar ada di Indonesia, tepatnya di Papua namun kenyataannya rakyat disana masih merasakan susahnya untuk hidup (makan) dll

Unknown mengatakan...

orang papua tidak diukur dari ada / tidak uangnya untuk hidup (makan) karena menurut budaya papua itu, makanan telah tersedia di alam.

Coba bandingkan saja dengan jakarta, yang terpantau di berita masih banyaaaaaak sekali pengangguran dan orang-orang yg bahkan lebih miris dari papua.
Malahan kriminalitas, kurang gizi, dan lainnya masih lebih banyak di luar pulau Papua.

Unknown mengatakan...

Titis: Apa kesejahteraan rakyat se-Indonesia atau Papua sepenuhnya tanggung jawab Freeport? Mereka udah menyalurkan CSR ke lembaga-lembaga masyarakat setempat, tapi pas lembaganya diminta laporan keuangan, nggak ngasih mulu. Jadi salah satu penyebab rakyat masih merasakan susah hidup apa cobaaa~

Samaung Maung: iya, daerah Timur termasuk Papua memang kecil banget porsinya di berita dan di perhatian pemerintah. Mungkin baru diinget kalau ada kepentingan tertentu aja misalnya deket-deket pemilu sekarang ini heuh.

Posting Komentar