Pages

Selasa, 01 Juli 2014

Sebut Saja 'Kunjungan Kerja'

Beberapa hari lalu, Komisi VII DPR RI ngadain kunjungan lapangan ke Freeport. Kunker ini terkait UU Minerba yang sampai sekarang masih ada pro kontra isinya. Nggak tau sih agenda detilnya ngapain aja (selain popotoan #eh), tapi yang jelas, mereka sempet ketemu sama perwakilan dari organisasi Papuan Brotherhood.

Dari pertemuan itu, ternyata ketua Papuan Brotherhood Silas Natkime mengungkapkan kekecewaannya ke bapak-bapak sebut saja 'wakil rakyat' ini. Wakil rakyat, rakyat mana yang diwakili? Se-Indonesia? Yup, kebijakan UU Minerba ini, disadari atau nggak, menguntungkan pusat aja. Lah sekarang karena ada larangan ekspor, produksi sama pemasukan perusahaan menurun, terus dampak buat masyarakat sekitarnya ikut diperhitungkan juga nggak?

Foto: @DPR_RI , 30 Juni 2014

Ini deh gw kasih berita lengkapnya yang dari Salam Papua edisi hari ini, fresh from the Timika~

Papuan Brotherhood Sayangkan Sikap Pemerintah Pusat
SAPA (TIMIKA) – Papuan Brotherhood menyayangkan sikap pemerintah pusat yang lebih mementingkan urusan pusat dibanding keperluan yang selama ini dihadapi oleh masyarakat Papua, terutama terkait kebijakan yang dituangkan melalui Undang-undang Minerba yang dinilai menguntungkan pusat semata. “Pemerintah pusat berbicara untuk kepentingan sendiri, kami orang Papua dirugikan, kami punya kekayaan, kami punya rakyat, kami punya lahan dari gunung hingga pantai digunakan tanpa ada ganti rugi, kami dimiskinkan, dibodohi dan dibunuh ini yang dilakukan oleh pemerintah Pusat, dan kami tidak marah dan balas, tetapi Tuhan yang akan balas dan menjawab semua itu” ujar ketua Papuan Brotherhood, Silas Natkime kepada Salam Papua saat ditemui di Bandara Udara Mozes Kilangin, Kamis (26/6). Menurutnya sikap kesedihan ini diutarakan bukan dari internal karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) orang Papua saja, tetapi seluruh warga asli Papua yang selama ini merasakan kinerja pembangunan yang dibagikan oleh PTFI. “Kami bukan dari internal karyawan saja, tapi dari seluruh warga Papua termasuk pemerintahan, rakyat dan karyawan. Tujuannya karena masalah Freeport yang tidak ekspor dari Januari sampai sekarang ini dan hal ini mematikan nafas hidup orang Papua. Jadi pemerintah dari tahun enam puluh tiga hingga hari ini sama sekali tidak memberikan pembangunan yang setara, tidak ada keadilan dan kejujuran,” ujarnya dengan menyambung, “Tahun enam puluh tujuh ada Freeport baru kita bisa buka mata, bisa sekolah dan bisa bersaing dengan orang lain. Sebab Freeport juga memberikan pembangunan dan pengembangan kepada rakyat Papua dan seluruh Indonesia.” 
Ditekankan aspirasi ini seharusnya dapat dirangkul dan diindahkan bukan malah menghancurkan rakyat dengan menggoyangkan nasib Freeport. Sebab sikap tidak menghargai yang dipamerkan oleh pemerintah pusat terhadap orang Papua juga ditunjukkan kepada para pemimpin di bumi Cenderawasih. “Ini merupakan aspirasi rakyat, dan pemerintah seharusnya merangkul apa yang masyarakat inginkan tapi itu sudah terlanjur lama, apalagi nasib Freeport digoyang dan mau dimatikan, akan membuat rakyat lebih hancur lagi,” tatarnya dengan mengimbuh, “Saya waktu ketemu dengan pemerintah di DPR saja tidak diterima dengan baik, sama juga dengan gubernur, DPRD apalagi saya, kami ini saja jadi kepala sudah tidak dihargai apalagi masyarakat Papua.” (Albert Batlayeri)


 Puk puk Om Silas.. semoga om om para pembuat kebijakan itu bisa segera sadar ya bahwa aspirasi rakyat Papua ini harus dirangkul dan lebih diperhatikan. 

0 komentar:

Posting Komentar