Pages

Selasa, 25 Maret 2014

Mengenal Satwa Langka Indonesia

Belakangan ini, salah satu akun yang gw follow, @Bersama4ID lagi gencar menginfokan satwa-satwa langka yang ada di Indonesia. Beberapa bahkan udah terancam punah statusnya dan baru terlihat setelah bertahun-tahun 'ngumpet' di habitatnya. Mau kenalan nggak sama mereka? Mau aja yaa.. :D

1. Katak Hidung Panjang
Kalau biasanya hewan dianggap langka karena sulit dicari lagi, amphibi satu ini justru baru ditemukan 2010 lalu di Pegunungan Foja, Papua. Para ilmuwan menjulukinya 'Katak Pinokio' karena hidungnya kayak boneka kayu yang terkenal itu. 

Penemuan katak ini adalah hal yang baru di dunia sains. Saat ditemukan, ia sedang berada di tumpukan padi. Menurut Conservation International, 'Katak Pinokio' ini memiliki hidung yang mencuat ke atas saat ia aktif. Sebaliknya, hidung panjang itu akan mencuat ke bawah saat ia tidak aktif. Hmm.. unik ya! Jadi pengen megang hidungnya deh xD

2. Bekantan
Penampilannya yang kebule-bulean membuat primata satu ini punya julukan "Monyet Belanda". Mungkin julukan ini juga dipengaruhi sama negara yang paling lama ngejajah kita. Coba dulu yang lama ngejajahnya Portugis atau Spanyol, mungkin dia bakal punya julukan yang lebih eksotis #eh

Primata langka yang terancam punah ini lebih seneng hidup di wilayah berair deket muara sungai atau hutan bakau. Di tempat seperti itu, aneka tunas baru selalu tumbuh yang secara nggak langsung menjadi 'restoran' buat Bekantan. Dia juga senang memakan kepiting atau ikan kecil.

Sayangnya, populasi hewan yang juga bisa berenang ini terancam punah. Selain karena dimangsa pemangsa alaminya, Bekantan menjadi salah satu hewan bernilai tinggi sehingga jadi incaran pemburu yang nggak bertanggung jawab. Untuk melindunginya, dunia internasional menetapkan hewan ini sebagai hewan langka yang harus dilindungi dan perdagangannya sangat dilarang. 

3. Katak Pipih 

Sesungguhnya gw selalu mengira katak cuma ada dua jenis: katak ijo yang sering muncul kalo abis hujan dan katak jadi-jadian, yang tiba-tiba bisa berubah jadi pangeran *anaknya kebanyakan baca dongeng Disney :p* Ternyata, satu katak aja punya beragam jenis yang bikin keanekaragaman hayati Indonesia jadi super kaya. 

Katak kepala pipih ini punya nama latin Barbourula kalimantanensis. Sesuai namanya, amphibi satu ini ditemukan di Kalimantan. Selain bentuk kepalanya, keunikan satwa langka ini terletak pada bagian dalam tubuhnya. Ia diketahui menjadi katak satu-satunya di dunia yang nggak punya paru-paru! *puk pukin kataknya, kali aja tiba-tiba berubah jadi pangeran* *tetep usaha*

Ketiadaan paru-paru ini menurut para ahli konon adalah bentuk adaptasi sang katak. Karena ia hidup di lingkungan berair deras dan kaya oksigen, Katak Pipih memanfaatkan permukaan kulit dan alat tubuh lainnya untuk menyerap oksigen dengan baik. Keberadaan paru-paru dalam kondisi kayak gini justru bisa membuat tubuh katak 'berat', susah berenang dan menyelam, dan akhirnya gampang kebawa arus. Tuhan tuh nggak pernah salah menciptakan makhluknya ya.. :)

Nah, sekian tiga hewan langka yang gw bahas di sini. Nanti kalo @Bersama4ID ngetwit-ngetwit tentang hewan langka lagi gw bikinin tulisan lagi deh. Abis suka kasian deh sama satwa-satwa itu, mereka nggak bisa bersuara memperjuangkan hak hidupnya. 

Menyelamatkan satwa-satwa ini nggak susah kok sebenernya. Nggak perlu sampai membuat penangkaran, dengan menjaga kelestarian habitatnya aja kita udah ngebantu memperpanjang umur mereka. So please, stop ngegundulin hutan, perburuan liar, dan tindakan rakus lainnya yang bikin alam rusak. Nggak mau kan bumi tiba-tiba kedatangan alien yang mau ngambil alih planet ini karena kita manusia dianggap nggak bisa menjaganya dengan baik? *oke, kali ini pengaruh film Sci-Fi*

Cheers!

<3

*beberapa materi teks & foto di tulisan ini mengambil dari berbagai sumber di Google ya :)




Senin, 24 Maret 2014

Let YOU Go


Gimana perasaan lo kalau di tengah deadline revisi tiba-tiba ada yang ngirim email... yang sebenernya nggak diharapkan? Yes, gw baru mengalami itu dan postingan ini ditujukan khusus buat si pengirim email. Teman.

Jadi, gw sebenernya masih nggak ngerti ya kenapa lo tiba-tiba ngehubungin gw lagi. Iya, dengan status 'baru' sebagai 'teman' emang nggak ada salahnya sih saling berkirim email. Tapi isinya itu loh... Nggak tau ya gw lagi hectic gini otaknya? Sama revisian kok, bukan sama lo lagi.

Udah nggak mau bahas lagi tapi masih nanya maksud gw? Duh... padahal gw percaya lo orang yang cerdas deh! Karena postingan ini spesial buat lo, gw bahas di sini ya. Semua nama disamarkan kok (kalopun ada nama yang ketulis).

Sepanjang perjalanan dan pengamatan hidup gw, rasanya nggak ada deh cewek yang frontal banget ngomong 'lo mau nggak sama gue' ke seorang cowok yang statusnya saat itu masih 'in a relationship'. Walaupun mungkin sang cowok menyembunyikan status hubungannya. Gw udah tanya sana-sini, tanya mba Puspa dan beberapa sohib, mereka sepakat seorang cewek nggak seharusnya ngomong kayak gitu. Walau dalam konteks bercanda. Walau ke temennya sendiri. Kalau sampai itu terjadi, kemungkinannya ada dua: cewek itu sebenernya suka sama cowok itu atau dia bener-bener 'pemberani' (baca: bit**).

Menurut lo, dia termasuk yang mana?

"Kita cuma temenan kok, nggak mungkinlaah dia ada rasa gitu..."

Well, apa sih definisi 'temenan' menurut lo? Deket kayak lebih dari temen cuma kenal tapi masih bebas ngejalin hubungan sama siapapun? Segitu takutnya ya sama komitmen kalo pacaran? Pft. Gw gatel deh jadinya pengen ketemu kalian berdua dan nanya langsung ke cewek itu. Ya kalo ternyata dia beneran suka ama lo.. yaudah. Cuma bisa ketawa aja paling gw.

Sampai detik sebelum tiba-tiba email lo muncul, sesungguhnya gw udah move on. Dari kebersamaan kita dan segala hal yang bikin jungkir balik lainnya. Dan plis, nggak usah geer. Nggak mesti twit galau gw itu buat lo ya.

Satu lagi. Gw pasti, akan, dan harus menemukan yang lebih baik. Yang terbaik. Tenanglah. Terima kasih kalau masih mengkhawatirkan gw. Am really really move on and let you go far far away.

Jumat, 07 Maret 2014

Long Live, Labi-labi Moncong Babi! :D

Kalau  bisa berbicara, mungkin Labi-labi Moncong Babi ini akan berterima kasih sama Freeport Indonesia. “Makasih Freeport, udah mengembalikan kami ke habitat di alam. Kami jadi tetap bisa hidup dan terhindar dari kepunahan :’)”

Labi-labi alias kura-kura moncong babi ini memang menjadi salah satu hewan yang dilindungi. Mengutip dari Kompas, Daftar Konvensi Perdagangan Internasional terkait Spesies Terancam Punah dari Tanaman dan Hewan Liar (CITES) 12 Januari 2005 menyebutkan kura-kura dengan bentuk moncong seperti babi ini diklasifikasikan dalam Apendiks II. Artinya, keberadaan di alam tak terancam punah meski perdagangannya harus dikendalikan.

Namun di dalam perundangan konservasi Indonesia, kura- kura moncong babi (Carettochelys insculpta) ini termasuk satwa dilindungi. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, turunan dari Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, satwa ini tidak boleh dimanfaatkan kecuali untuk tujuan penelitian dan penangkaran.

                                     



Keunikan fisiknya menjadi salah satu faktor yang membuat hewan endemik Papua ini sering diselundupkan. Apalagi nilai jual tukik dan kura-kura dewasanya juga tinggi, Rp 100.000,00 buat tukik dan bisa nyampe Rp 5 juta buat yang udah dewasa. Telurnya juga nggak luput dari buruan penyelundup. Makin terancamlah kehidupan satwa unik ini.

Untungnya sejak 2006, Freeport Indonesia berkomitmen untuk melindungi mereka. Gimanapun, mereka adalah makhluk hidup yang punya hak untuk hidup bebas dan berkembang biak. Sampai saat ini, ada sekitar 25.000 ekor labi-labi moncong babi yang udah dilepasin Freeport ke habitatnya di alam Papua.Yang terakhir, mereka melepaskan sekitar 2000 ekor lebih hewan eksotis ini di perairan Taman Lorentz.

Dari sini kita bisa ngeliat, Freeport Indonesia udah menjalankan komitmennya untuk mendukung kegiatan konservasi dan keanekaragaman hayati di Papua. Selain labi-labi moncong babi, satwa endemik Papua lainnya juga udah dilepaskan Freeport ke habitat asal para satwa itu. Kanguru tanah, burung nuri, dan kakaktua adalah beberapa satwa beruntung itu.

Kepedulian terhadap kelestarian satwa sebenernya adalah tanggung jawab kita bersama. Kalau Freeport Indonesia udah membuktikannya dengan aksi nyata, kamu gimana? J  






Selasa, 04 Maret 2014

Nasionalisasi: Karena Peduli atau cuma untuk Kepentingan Pribadi?

Gw suka bingung sama orang yang ribut-ribut minta perusahaan asing dinasionalisasi. Atau sama tokoh yang berkoar-koar pentingnya menasionalisasikan perusahaan asing.

Gw lahir di Indonesia. Sampai detik ini belum pernah ke luar negeri malah *curhat*. Tentu, gw cinta negara ini. Tapi dalam beberapa hal, gw merasa ada hal-hal yang lebih baik dikelola oleh pihak asing.

Misalnya industri tambang. Yup, negara kita kaya. Dan sebagian kekayaannya udah diolah kaum pribumi. Sebagiannya lagi dikelola pihak asing. Inilah yang kemudian bikin orang ribut-ribut menyuarakan 'nasionalisasi' perusahaan asing. Argumen sederhana gw gini deh. Kalau perusahaan-perusahaan besar itu dinasionalisasi, yakin gitu nggak akan ada korupsi? Lha wong perusahaan dalam negeri aja suka nggak jelas aliran dananya dari dan ke mana. Yakin juga gitu 'pemerintah' bakal bisa mengelola sumber daya alamnya lebih baik? Dengan keterbatasan teknologi?



Suatu hari, ketemulah satu artikel yang menguatkan argumen gw. Kalau di artikel ini yang dibahasnya adalah Freeport Indonesia, perusahaan yang identik sama tambang emas.Yang sering disebut keuntungannya super besar dan sedikit kontribusinya ke Indonesia padahal nggak segitunya juga. Yang ada, Freeport udah memajukan daerah Papua terutama Timika tapi banyak yang nggak mau 'terima'.

Ini gw sadur artikel lengkapnya ya:

Nasionalisasi dan Ribuan Trilyun Kebohongan
Oleh: Poltak Hotradero

Ribuan Trilyun. Dan saya terhenyak.


Kata-kata “Ribuan Trilyun” adalah besaran yang digambarkan oleh seorang Calon Presiden (dalam sebuah debat calon presiden di Laporan Khusus Liputan6 SCTV) - tentang jumlah uang (dalam Rupiah) yang katanya bisa diperoleh Rakyat Indonesia dengan menasionalisasi berbagai asset yang saat ini dianggapnya dimiliki oleh pihak “asing”.


Nama yang paling duluan disebut adalah Freeport, yang bila logika tidak mengkhianati saya – mungkin dimaksud sebagai bagian terbesar dari Asset yang dikuasai “asing”.


Namun, ada beberapa masalah:Pertama. Saya tidak tahu dari mana datangnya angka “Ribuan Trilyun” Rupiah. Ribuan Trilyun Rupiah adalah angka yang menggambarkan gigantisme. RAPBN 2009 saja cuma berada pada angka sekitar SATU RIBU Trilyun. Ribuan Trilyun Rupiah tentu berarti angka yang jauh lebih besar daripada RAPBN 2009.


Saya coba periksa database saya – untuk bisa memperoleh data tentang seberapa besar perusahaan yang bernama Freeport McMoran. Karena perusahaan ini berstatus sebagai perusahaan publik (public listed company) – maka tidak sulit bagi saya untuk memperoleh angka – bahwa Freeport memiliki omzet (angka penjualan) hampir USD 17 Milyar. Dari angka ini, Laba Operasional Freeport McMoran adalah USD 6,5 Milyar, di mana selanjutnya setelah dipotong pajak, royalti, dan lain-lain – maka Laba Bersih Freeport McMoran pada tahun 2007 adalah USD 2,7 Milyar.


Besarkah angka USD 2,7 Milyar (sekitar Rp. 25 Trilyun)? Tentu saja akan relatif. Bagi saya pribadi angka itu maha besar, kerja seumur hidup pun tidak sanggup saya capai.


Tetapi ajaibnya, bila dibandingkan dengan keuangan Republik Indonesia — angka itu terbilang liliput. Dengan output ekonomi Indonesia yang besarnya lebih dari Rp. 4000 Trilyun per tahun – maka laba tahunan Freeport itu sama dengan output ekonomi Indonesia selama: DUA HARI ENAM JAM EMPAT PULUH LIMA MENIT… 


Lebih parah lagi, laba Freeport sebesar USD 2,7 Milyar itu, ternyata hanya SEBAGIAN yang berasal dari unit operasi mereka di Indonesia. Status Freeport McMoran sebagai perusahaan publik – sangat memudahkan saya mencari tahu dari mana saja asal penerimaan Freeport McMoran. (Tidak seperti banyak BUMN Indonesia yang bahkan tidak bisa saya ketahui berapa modalnya, apalagi ke mana pergi duitnya)


Berdasarkan data yang mereka rilis kepada Otoritas Pasar Modal Amerika (SEC) – maka dapat saya peroleh angka bahwa hanya sekitar 12,4% saja angka penjualan mereka yang berasal dari Indonesia. Bagian terbesar penjualan Freeport McMoran adalah dari Amerika dan Jepang. Berdasar fakta ini, maka juga cukup logis bila kontribusi Indonesia bagi laba Freeport juga tidak sebesar yang digembar-gemborkan. Politisi meributkan pepesan yang (nyaris) kosong…


Dan bila dilihat dalam perspektif sejarah – laba Freeport tahun 2007 adalah yang terbesar, karena pada tujuh tahun yang lalu (tahun 2001) misalnya – omzet tahunan Freeport McMoran cuma USD 1,8 Milyar – atau cuma sepersembilan angka saat ini. Hingga tahun 2006, duit kiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri – masih jauh lebih besar daripada laba tahunan Freeport McMoran.


Kedua. ”Asing” adalah istilah yang sangat relatif. Bagi saya “Chin Shih Huang Ti” bukan sesuatu yang asing. Saya tahu siapa Kaisar Pertama China tersebut. Saya juga tahu apa yang ia kerjakan, dan bahkan saya sampai tahu dia itu sebenarnya anak siapa, dan mengapa ia sampai membunuh anak kandung ibunya sendiri.


Tetapi jelas bahwa bagi mereka yang bukan pecinta sejarah China kuno, nama Chin Shih Huang Ti adalah asing. Kalau dibilang itu nama babah pedagang klontong dari Glodok – mungkin mereka akan manggut-manggut saja. Toh sama asingnya.


Atas hal itu, maka saya tidak pernah setuju dengan definisi “asing” bila hanya atas unjuk seseorang. Bagi saya, nama Fajroel sama asingnya dengan Moffett. Nama Aburizal Bakrie pun sama asingnya dengan Idi Amin.


Itu sebabnya saya tidak gampang percaya pada orang yang menunjukkan sikap anti asing. Apalagi kalau sampai bercita-cita merampas pemilikan asing – dengan alasan apapun. Siapapun bisa diadili dan berhak memperoleh keadilan. Bila memang ada perusahaan asing (atau lokal) yang cedera janji, ya silahkan diadili. Diberi hak membela diri. Hanya bisa dinyatakan bersalah bila memang telah terbukti bersalah. Dan bila memang benar — wajib dilindungi.


Seorang politisi yang langsung bicara soal “nasionalisasi” — memberi contoh buruk mengenai sikap terhadap hukum.


Lebih jauh lagi. Menasionalisasi Freeport jelas tidak menyelesaikan masalah. Kita tidak tahu, akan di-oper-kan ke siapa lagi Freeport bila dinasionalisasi. Bisa jadi cuma akan berputar-putar di antara kroni-kroni politisi. Kendati nilai Freeport kecil untuk ukuran Indonesia — tetapi angka itu cukup besar untuk membiayai politik kotor, dan merusak tatanan politik kita.


Dan kita tahu persis bahwa ini sudah terjadi di berbagai BUMN, di mana setiap menjelang Pemilu muncul preman partai minta setoran…


Saya sangat yakin, kalau Freeport di-BUMN-kan, ini pun akan terjadi. Jargon “demi kemakmuran nasional” hanyalah omong kosong. Mengapa? Karena duit Rp. 25 Trilyun (laba tahunan Freeport McMoran) kalau dibagi ke seluruh penduduk Indonesia — masing-masing cuma akan kebagian Rp. 100 ribu setahun – atau kira-kira 300 perak per hari per orang…! Apa orang se-Indonesia bisa makmur dengan angka segitu…? Bayar pemakaian WC Umum saja nggak cukup!

(dan kalau kita ikut menghitung pendapatan dari Indonesia yang cuma sekitar 12% dari pendapatan Freeport McMoran — silahkan anda hitung sendiri berapa laba Freeport kalau di-BUMN-kan…)

Dengan melihat angka itu, maka sangat jelas bahwa ide tentang “nasionalisasi asset strategis selektif” — didasarkan pada ilusi. Tidak ada angka “ribuan trilyun rupiah”. Tidak ada kemakmuran dari perampasan asset. Yang tersisa hanya Ribuan Trilyun Kebohongan. Dan sungguh celaka bila itu muncul dari mulut seorang calon presiden. Baru calon saja kok sudah berani memprogramkan pencurian. Baru calon saja kok sudah menjual kebohongan.


Dan sekalipun Rp. 25 Trilyun terlalu kecil untuk ekonomi sebesar Indonesia, sepersejuta dari angka itu pun bahkan terlalu besar untuk membiayai politik kotor ataupun untuk mengotori politik Indonesia lewat setoran duit.


Biarkan perusahaan asing tetap menjadi milik asing. Benar-benar asing. Semakin asing semakin bagus, sejauh semakin menguntungkan Indonesia. Toh banyak nama-nama kita kenal (dan terlampau kita kenal) – justru merusak dan menghancurkan ekonomi Indonesia. Sudah berjilid-jilid nama-nama terkenal itu berjejer.Asing atau lokal tidak masalah. Yang penting perusahaan itu bayar pajak, menyetor royalti, dan patuh pada hukum Indonesia. Kita tidak butuh kroni-kroni baru. Tidak dari Suharto. Tidak dari SBY. Tidak juga dari seorang (calon) Presiden.


…karena kita pun sesungguhnya asing di mata orang, sehingga ukuran kita sepatutnya adalah perbuatan dan sikap.

source: http://akademimerdeka.org/2013/10/07/nasionalisasi-dan-ribuan-trilyun-kebohongan/
photo: official site PTFI